Lonjakan harga kedelai yang drastis membuat perajin tempe tahu teriak.
TB News - Berita kenaikan harga kedelai, disusul
kenaikan harga tempe dan tahu menyesakkan dada ibu-ibu rumah tangga.
Bagaimana tidak, kenaikan harga menu tradisi itu berakibat pada
penambahan pengeluaran uang belanja harian.
Harga melonjak naik
disebabkan harga kedelai naik seiring melorotnya nilai rupiah terhadap
dolar AS. Pada tanggal 12 Agustus misalnya, harga kedelai masih Rp7.350
per kilogram, naik menjadi Rp7.600 pada 16-17 Agustus dan menguat lagi
pada 19 Agustus sebesar Rp8.250 dan tanggal 24 Agustus menjadi Rp8.800
per kilogram.
Lonjakan harga kedelai yang drastis ini juga membuat perajin tempe dan tahu teriak. Keuntungan yang mereka peroleh habis untuk menutup biaya pembelian bahan baku. Sebagian perajin menyiasati kenaikan harga ini dengan mengurangi produksi atau memperkecil volume tempe yang dijual. Sebagian perajin lainnya memilih beralih ke kedelai berkualitas rendah demi harga yang lebih murah. Akibatnya, tempe dan tahu yang dihasilkan pun berkualitas jelek.
Konsumsi kedelai nasional dan kemampuan produksi kedelai kita memang sangat timpang. Konsumsi kedelai nasional per tahun mencapai 2,6 juta ton. Kebutuhan tersebut tidak mampu dipenuhi dengan produksi nasional yang tahun ini hanya 870 ribu ton. Sementara rata-rata pertumbuhan produksi kedelai nasional dalam sepuluh tahun terakhir hanya sebesar 4,06 persen. Kondisi ini membuat Indonesia sangat bergantung pada impor. Karenanya harus ada upaya serius untuk meningkatkan produksi kedelai dengan memanfaatkan riset dan teknologi.
Lonjakan harga kedelai yang drastis ini juga membuat perajin tempe dan tahu teriak. Keuntungan yang mereka peroleh habis untuk menutup biaya pembelian bahan baku. Sebagian perajin menyiasati kenaikan harga ini dengan mengurangi produksi atau memperkecil volume tempe yang dijual. Sebagian perajin lainnya memilih beralih ke kedelai berkualitas rendah demi harga yang lebih murah. Akibatnya, tempe dan tahu yang dihasilkan pun berkualitas jelek.
Konsumsi kedelai nasional dan kemampuan produksi kedelai kita memang sangat timpang. Konsumsi kedelai nasional per tahun mencapai 2,6 juta ton. Kebutuhan tersebut tidak mampu dipenuhi dengan produksi nasional yang tahun ini hanya 870 ribu ton. Sementara rata-rata pertumbuhan produksi kedelai nasional dalam sepuluh tahun terakhir hanya sebesar 4,06 persen. Kondisi ini membuat Indonesia sangat bergantung pada impor. Karenanya harus ada upaya serius untuk meningkatkan produksi kedelai dengan memanfaatkan riset dan teknologi.
Guna
membantu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri,
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melalui lembaga penelitiannya telah
melakukan riset dan mengembangkan varietas unggul kedelai. Tahun 2010,
berdasarkan SK Menteri Pertanian No. Kpts/SR.120/7/2010, BATAN telah
merilis kedelai varietas unggul Mutiara, dengan spesifikasi bijinya
lebih besar dari kedelai biasa. Bila kedelai biasa 100 butir beratnya 17
gram, sedangkan 100 butir kedelai varietas Mutiara mencapai berat 23,2
gram.
Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 4387/Kpts/SE.120/6/2013, BATAN kembali melepas galur mutan kedelai Q-298 sebagai varietas unggul, dengan nama Varietas Gamsugen 1 dan galur mutan kedelai 4-Pjs sebagai varietas unggul dengan nama Varietas Gamasugen 2.
Keunggulan dari varietas Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 ini dibanding varietas lainnya adalah supergenjah, yakni usia tanam hingga panennya lebih pendek. Bila varietas supergenjah sebelumnya mencapai 73 hari, sedangkan Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 hanya memerlukan waktu tanam hingga panen di bawah 70 hari, sekitar 66 hari. Kedua varietas ini sudah melalui pengkajian dan diuji coba pada musim hujan dan musim kemarau di 16 lokasi. Diharapkan dengan varietas supergenjah ini, dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan produksi kedelai nasional.
Menurut Arwin, peneliti BATAN, petani yang biasanya menanam padi, bisa menanam supergenjah ini diantara masa panen padi. Lazimnya dalam setahun petani dua kali panen padi. ”Setelah panen pertama, bisa ditanami dengan kedelai yang berusia relatif cepat ini, sebelum memasuki masa tanam padi kedua kalinya,” ungkap Arwin.
Dengan hadirnya jenis varietas kedelai unggul Gamasugen 1 dan Gamasugen 2, petani mendapat tambahan dari panen kedelai diantara dua kali panen padi. ”Petani selain dapat tambahan hasil panen kedelai, sekaligus Indonesia bisa memenuhi kebutuhan akan ketersediaan kedelai tanpa mengurangi panen padi. Dengan ditanamnya kedelai oleh para petani disela-sela tanam padi, diharapkan bisa mengurangi ketergantungan kita akan kedelai impor,” papar Arwin.
Bila petani memiliki satu hektar sawah dan menghasilkan 2 ton kedelai dalam satu kali panen dikalikan harga kedelai Rp7.500, petani itu akan mengantongi lebih kurang Rp15 juta. Bayangkan, jika negeri ini memiliki 7 juta hektar sawah, maka akan dihasilkan 14 ton kedelai. Hasil itu akan mencukupi ketersediaan kedelai, bahkan Indonesia bisa menjadi salah satu negara pengekspor kedelai. Masyarakat yang menyukai makanan tempe atau tahu tak perlu khawatir seperti sekarang ini.
Bukan hanya petani yang akan diuntungkan dengan hadirnya supergenjah varietas unggul Gamasugen 1 dan Gamasugen 2, penyuka tempe juga akan menikmati tempe yang lebih gurih dan nikmat. Karena dibandingkan dengan tempe impor yang memakan waktu dari masa panen hingga tiba di Indonesia, masuk gudang, baru kemudian didistribuskan ke pasar. ”Pengusaha tempe lebih menyukai kedelai produk lokal. Selain lebih segar, kondisi fisik kedelainya masih sangat bagus,” tutur Arwin lagi.
Di samping itu para petani yang ingin menanam kedelai supergenjah ini tak perlu khawatir terhadap serangan hama. Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 tahan terhadap penyakit karat daun (Phakospora pachirhyzi Syd), tahan terhadap penyakit bercak/hawar daun coklat (Cercaspora), tahan terhadap hama penggerek pucuk (Melanamagromyza sojac). Kelebihan lainnya berumur super genjah dan cocok ditanam di lahan sawah dan lahan kering tegalan.
Para produsen dan konsumen tempe tidak perlu khawatir dengan kedelai hasil mutasi irradiasi sinar gamma ini. Karena nuklir dalam sepotong tempe itu telah melalui beberapa tahap penelitian dan pengujian sebelum dilepas untuk ditanam dan dikonsumsi. ”Kedelai hasil mutasi ini aman dikonsumsi, sama amannya dengan produk yang dihasilkan dari alam. Kami hanya mempercepat usia tanam hingga panen dengan menggunakan iradiasi sinar gamma,” ujar Sobrizal, peneliti senior di BATAN.
Iradiasi pada kedelai hanya dilakukan pada generasi pertama. Kemudian dilakukan seleksi dan pemurnian. Pada generasi ke empat dan ke lima dilakukan pengujian kualitas. Keunggulan varietasnya akan diketahui setelah melalui pengujian hingga generasi ke sepuluh sampai menjadi benih. “Sifat radiasi sinar gamma itu hanya lewat saja, dia tidak mengendap di dalam kedelai. Berbeda dengan metode transgenik yang menyisipkan gen asing, yang dikhawatirkan mempunyai efek sampingan bila dikonsumsi,” paparnya.
Dalam waktu dekat BATAN juga akan segera mengeluarkan hasil penelitian lainnya di bidang kedelai hitam bahan pembuat kecap. Keistimewaan kedelai hitam hasil penelitian dan pengembangan di BATAN ini akan menghasilkan banyak kecap dan kualitasnya lebih baik.
Iptek nuklir tidak berbahaya jika digunakan untuk keperluan damai dan kemanusiaan, khususnya membantu ketersediaan pangan dalam negeri seperti kedelai bahan pembuat tempe dan tahu. Jadi, jangan heran bahwa ada nuklir dalam sepotong tempe yang anda konsumsi. (Webtorial)
Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 4387/Kpts/SE.120/6/2013, BATAN kembali melepas galur mutan kedelai Q-298 sebagai varietas unggul, dengan nama Varietas Gamsugen 1 dan galur mutan kedelai 4-Pjs sebagai varietas unggul dengan nama Varietas Gamasugen 2.
Keunggulan dari varietas Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 ini dibanding varietas lainnya adalah supergenjah, yakni usia tanam hingga panennya lebih pendek. Bila varietas supergenjah sebelumnya mencapai 73 hari, sedangkan Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 hanya memerlukan waktu tanam hingga panen di bawah 70 hari, sekitar 66 hari. Kedua varietas ini sudah melalui pengkajian dan diuji coba pada musim hujan dan musim kemarau di 16 lokasi. Diharapkan dengan varietas supergenjah ini, dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan produksi kedelai nasional.
Menurut Arwin, peneliti BATAN, petani yang biasanya menanam padi, bisa menanam supergenjah ini diantara masa panen padi. Lazimnya dalam setahun petani dua kali panen padi. ”Setelah panen pertama, bisa ditanami dengan kedelai yang berusia relatif cepat ini, sebelum memasuki masa tanam padi kedua kalinya,” ungkap Arwin.
Dengan hadirnya jenis varietas kedelai unggul Gamasugen 1 dan Gamasugen 2, petani mendapat tambahan dari panen kedelai diantara dua kali panen padi. ”Petani selain dapat tambahan hasil panen kedelai, sekaligus Indonesia bisa memenuhi kebutuhan akan ketersediaan kedelai tanpa mengurangi panen padi. Dengan ditanamnya kedelai oleh para petani disela-sela tanam padi, diharapkan bisa mengurangi ketergantungan kita akan kedelai impor,” papar Arwin.
Bila petani memiliki satu hektar sawah dan menghasilkan 2 ton kedelai dalam satu kali panen dikalikan harga kedelai Rp7.500, petani itu akan mengantongi lebih kurang Rp15 juta. Bayangkan, jika negeri ini memiliki 7 juta hektar sawah, maka akan dihasilkan 14 ton kedelai. Hasil itu akan mencukupi ketersediaan kedelai, bahkan Indonesia bisa menjadi salah satu negara pengekspor kedelai. Masyarakat yang menyukai makanan tempe atau tahu tak perlu khawatir seperti sekarang ini.
Bukan hanya petani yang akan diuntungkan dengan hadirnya supergenjah varietas unggul Gamasugen 1 dan Gamasugen 2, penyuka tempe juga akan menikmati tempe yang lebih gurih dan nikmat. Karena dibandingkan dengan tempe impor yang memakan waktu dari masa panen hingga tiba di Indonesia, masuk gudang, baru kemudian didistribuskan ke pasar. ”Pengusaha tempe lebih menyukai kedelai produk lokal. Selain lebih segar, kondisi fisik kedelainya masih sangat bagus,” tutur Arwin lagi.
Di samping itu para petani yang ingin menanam kedelai supergenjah ini tak perlu khawatir terhadap serangan hama. Gamasugen 1 dan Gamasugen 2 tahan terhadap penyakit karat daun (Phakospora pachirhyzi Syd), tahan terhadap penyakit bercak/hawar daun coklat (Cercaspora), tahan terhadap hama penggerek pucuk (Melanamagromyza sojac). Kelebihan lainnya berumur super genjah dan cocok ditanam di lahan sawah dan lahan kering tegalan.
Para produsen dan konsumen tempe tidak perlu khawatir dengan kedelai hasil mutasi irradiasi sinar gamma ini. Karena nuklir dalam sepotong tempe itu telah melalui beberapa tahap penelitian dan pengujian sebelum dilepas untuk ditanam dan dikonsumsi. ”Kedelai hasil mutasi ini aman dikonsumsi, sama amannya dengan produk yang dihasilkan dari alam. Kami hanya mempercepat usia tanam hingga panen dengan menggunakan iradiasi sinar gamma,” ujar Sobrizal, peneliti senior di BATAN.
Iradiasi pada kedelai hanya dilakukan pada generasi pertama. Kemudian dilakukan seleksi dan pemurnian. Pada generasi ke empat dan ke lima dilakukan pengujian kualitas. Keunggulan varietasnya akan diketahui setelah melalui pengujian hingga generasi ke sepuluh sampai menjadi benih. “Sifat radiasi sinar gamma itu hanya lewat saja, dia tidak mengendap di dalam kedelai. Berbeda dengan metode transgenik yang menyisipkan gen asing, yang dikhawatirkan mempunyai efek sampingan bila dikonsumsi,” paparnya.
Dalam waktu dekat BATAN juga akan segera mengeluarkan hasil penelitian lainnya di bidang kedelai hitam bahan pembuat kecap. Keistimewaan kedelai hitam hasil penelitian dan pengembangan di BATAN ini akan menghasilkan banyak kecap dan kualitasnya lebih baik.
Iptek nuklir tidak berbahaya jika digunakan untuk keperluan damai dan kemanusiaan, khususnya membantu ketersediaan pangan dalam negeri seperti kedelai bahan pembuat tempe dan tahu. Jadi, jangan heran bahwa ada nuklir dalam sepotong tempe yang anda konsumsi. (Webtorial)
© VIVA.co.id
0 komentar:
Posting Komentar