50 persen penerima BLSM di dusun ini adalah kalangan orang mampu.
TB News - Penyaluran Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM) kembali salah sasaran. Hampir 50 persen kepala
keluarga di dusun Carikan, desa Mulyodadi, Kabupaten Bantul, Yogyakarta
yang menerima BLSM dari kalangan mampu.
Akibatnya, warga miskin
yang menerima BLSM memilih untuk membakar kartu undangan pengambilan
Kartu Perlindungan Sosial (KPS). "Ini bentuk protes dan keprihatinan
kita kepada pemerintah,"kata Wahono Ketua RT 03, Dusun Carikan, Desa
Mulyodadi, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, DIY, Kamis 4 Juli
2013.
Sebagai Ketua RT, Wahono sebelumnya telah meminta
persetujuan kepada seluruh warga penerima BLSM untuk membakar undangan.
Tetapi, Wahono juga mempersilakan kepada warga untuk mengurus kembali
kartu undangan kepada kelurahan jika ada warga yang ingin mengambil
bantuan BLSM.
Wahono menjelaskan dari 48 KK yang ada di RTnya,
28 KK menerima BLSM. Hanya saja, dari 28 KK tersebut 50 persen
diantaranya merupakan keluarga mampu yaitu seperti pengusaha batik,
pensiunan PNS hingga juragan tanah.
“Anehnya, para buruh tani yang masih hidup dalam garis kemiskinan malah tidak mendapatkan bantuan,” keluhnya.
Salah satunya adalah Kenuning. Ibu tiga anak itu hanya bekerja sebagai buruh tani lepas. Dalam sehari, dia hanya mendapat upah Rp25-30 ribu per hari. Suaminya pun juga seorang buruh lepas. "Sedangkan dua anak saya saat ini masuk bangku SMP dan SMA," paparnya.
Meski demikian, ia tidak mengajukan protes ketidakadilan tersebut. Dia hanya berharap pemerintah selaku pemangku kebijakan seharusnya berpikir matang sebelum menggulirkan sebuah kebijakan.
Terpisah, Kepala Bagian Pemerintahan Desa Mulyodadi, Sukamto mengatakan sejak beberapa hari ini memang ada sejumlah warga yang melakukan protes. Hanya saja, kemudian aksi protes itu dialihkan ke kantor pos.
“Semuanya ada di kantor pos. Pihak desa hanya kedapatan membagi,” katanya. (ren)
“Anehnya, para buruh tani yang masih hidup dalam garis kemiskinan malah tidak mendapatkan bantuan,” keluhnya.
Salah satunya adalah Kenuning. Ibu tiga anak itu hanya bekerja sebagai buruh tani lepas. Dalam sehari, dia hanya mendapat upah Rp25-30 ribu per hari. Suaminya pun juga seorang buruh lepas. "Sedangkan dua anak saya saat ini masuk bangku SMP dan SMA," paparnya.
Meski demikian, ia tidak mengajukan protes ketidakadilan tersebut. Dia hanya berharap pemerintah selaku pemangku kebijakan seharusnya berpikir matang sebelum menggulirkan sebuah kebijakan.
Terpisah, Kepala Bagian Pemerintahan Desa Mulyodadi, Sukamto mengatakan sejak beberapa hari ini memang ada sejumlah warga yang melakukan protes. Hanya saja, kemudian aksi protes itu dialihkan ke kantor pos.
“Semuanya ada di kantor pos. Pihak desa hanya kedapatan membagi,” katanya. (ren)
© VIVA.co.id
0 komentar:
Posting Komentar