"Ini bentuk pengkhianatan yang nyata terhadap
masyarakat sebagai korban dari kejahatan pelaku korupsi, sebuah bentuk
penghinaan terhadap rasa keadilan. Sudah jelas masyarakat marah besar
atas vonis ringan koruptor, ini malah ditambah lagi masa pemberian
potongan hukumannya melalui program remisi, kemana akal sehatnya?" kata
peneliti Masyarakat Transparansi Indonesia Jamil Mubarok, Selasa
(16/7/2013).
Hal itu disampaikan Jamil menyusul dikeluarkan peraturan pelaksana PP 99/2012 yang mengatur bahwa narapidana kasus korupsi yang kasusnya inkcraht sebelum November 2012 bisa mendapat remisi.
"Kami minta referendum langsung dengan masyarakat, setuju atau tidak setuju hukuman koruptor diberikan keringanan melalui remisi? Mana yang lebih banyak dipilih, itu yang dipakai," tantang Jamil.
Menurut dia, beradu logika dan argumen sudah tidak mempan lagi, malah dibuat percuma dan sia-sia oleh pemerintah. Tambah lagi, Komisi III DPR dan pimpinan DPR juga satu ideologi jika urusannya memberikan keringanan hukuman bagi napi koruptor seperti ini.
"Tidak ada reaksi menolak terhadap pemerintah, yang ada justru mendukung sepenuhnya. Masyarakat hanya bisa menyaksikan dan menerima kenyataan pahit ini," tutupnya.
Hal itu disampaikan Jamil menyusul dikeluarkan peraturan pelaksana PP 99/2012 yang mengatur bahwa narapidana kasus korupsi yang kasusnya inkcraht sebelum November 2012 bisa mendapat remisi.
"Kami minta referendum langsung dengan masyarakat, setuju atau tidak setuju hukuman koruptor diberikan keringanan melalui remisi? Mana yang lebih banyak dipilih, itu yang dipakai," tantang Jamil.
Menurut dia, beradu logika dan argumen sudah tidak mempan lagi, malah dibuat percuma dan sia-sia oleh pemerintah. Tambah lagi, Komisi III DPR dan pimpinan DPR juga satu ideologi jika urusannya memberikan keringanan hukuman bagi napi koruptor seperti ini.
"Tidak ada reaksi menolak terhadap pemerintah, yang ada justru mendukung sepenuhnya. Masyarakat hanya bisa menyaksikan dan menerima kenyataan pahit ini," tutupnya.
0 komentar:
Posting Komentar