TB News - Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (FITRA) menilai pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat
(Balsem/BLSM) untuk orang miskin tidak efektif. Alasannya, bantuan
tersebut hanya berlaku sementara dan tidak memberikan solusi, terkait
kenaikan harga BBM subsidi.
Padahal, dengan Sisa Anggaran Lebih (SAL) 2012 sebesar Rp 56,1 triliun, pemerintah masih bisa mengcover bantuan untuk masyarakat miskin.
Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal FITRA Yuna Farhan usai acara Konferensi Pers Menolak APBN-P 2013, di Kantor FITRA, Jakarta, Minggu (2/6/2013).
"BLSM tidak akan efektif, ini efektif untuk simpatisan partai saja, menarik simpati menjelang pemilu 2014. Angka Rp 56 triliun tidak diserap harusnya untuk subsidi," kata Yuna.
Yuna menyebutkan, dengan adanya SAL tersebut sebenarnya bisa mengcover pembengkakan subsidi BBM Rp 16 triliun dan kompensasi kenaikan BBM (BLSM, tambahan raskin, beasiswa masyarakat miskin, dan infrastruktur dasar) sebesar Rp 30 triliun.
Sehingga tidak diperlukan lagi pembenaran menambah anggaran baru sebesar Rp 63,4 triliun. Pemerintah juga tidak perlu menambah anggaran pendidikan sebesar Rp 7,5 triliun sebagai konsekuensi penambahan belanja.
"Sejak APBN-P 2012 dan 2013 pemerintah sudah diberikan diskresi untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi tapi pemerintah tidak memanfaatkan momentum ini. Pemerintah tidak mau disalahkan dan melempar ke DPR," ujarnya.
Ia juga menjelaskan, kenaikan harga BBM dan dampak yang harus ditanggung oleh rakyat tidak diikuti pengorbanan pemerintah. Saat ini belanja Kementerian/Lembaga (K/L) hanya dipotong Rp 7,1 triliun dan belanja pegawai hanya berkurang Rp 1,4 triliun.
"Belanja pegawai 35% digunakan untuk membiayai pensiun. Kenapa sampai anak cucu juga harus dibiayai. Memotong Rp 7 triliun itu tidak sebanding dengan dampak yang dirasakan masyarakat dengan kenaikan BBM. Jadi BBM tidak perlu naik karena dampaknya masyarakat yang menanggung," kata Yuna.
Padahal, dengan Sisa Anggaran Lebih (SAL) 2012 sebesar Rp 56,1 triliun, pemerintah masih bisa mengcover bantuan untuk masyarakat miskin.
Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal FITRA Yuna Farhan usai acara Konferensi Pers Menolak APBN-P 2013, di Kantor FITRA, Jakarta, Minggu (2/6/2013).
"BLSM tidak akan efektif, ini efektif untuk simpatisan partai saja, menarik simpati menjelang pemilu 2014. Angka Rp 56 triliun tidak diserap harusnya untuk subsidi," kata Yuna.
Yuna menyebutkan, dengan adanya SAL tersebut sebenarnya bisa mengcover pembengkakan subsidi BBM Rp 16 triliun dan kompensasi kenaikan BBM (BLSM, tambahan raskin, beasiswa masyarakat miskin, dan infrastruktur dasar) sebesar Rp 30 triliun.
Sehingga tidak diperlukan lagi pembenaran menambah anggaran baru sebesar Rp 63,4 triliun. Pemerintah juga tidak perlu menambah anggaran pendidikan sebesar Rp 7,5 triliun sebagai konsekuensi penambahan belanja.
"Sejak APBN-P 2012 dan 2013 pemerintah sudah diberikan diskresi untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi tapi pemerintah tidak memanfaatkan momentum ini. Pemerintah tidak mau disalahkan dan melempar ke DPR," ujarnya.
Ia juga menjelaskan, kenaikan harga BBM dan dampak yang harus ditanggung oleh rakyat tidak diikuti pengorbanan pemerintah. Saat ini belanja Kementerian/Lembaga (K/L) hanya dipotong Rp 7,1 triliun dan belanja pegawai hanya berkurang Rp 1,4 triliun.
"Belanja pegawai 35% digunakan untuk membiayai pensiun. Kenapa sampai anak cucu juga harus dibiayai. Memotong Rp 7 triliun itu tidak sebanding dengan dampak yang dirasakan masyarakat dengan kenaikan BBM. Jadi BBM tidak perlu naik karena dampaknya masyarakat yang menanggung," kata Yuna.
0 komentar:
Posting Komentar