"Semua transaksi donasi harus melalui rekening."
TB news
- Tiga Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), yang terdiri dari Rumah Pemilu
untuk Demokrasi (Perludem), Transparansi Internasional Indonesia (TI)
dan Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) mendesak para partai
politik peserta Pemilu 2014 untuk membatasi anggaran belanja kampanye
mereka.
Pembatasan itu bisa
mencegah tindak korupsi oleh parpol dan para kadernya yang menjadi calon
anggota legislatif. Mereka rata-rata terbebani untuk kembalikan modal
politik yang besar setelah sukses mendapat kursi di gedung parlemen usai
Pemilu.
Demikian penilaian ketua Perludem, Didik Supriyanto, usai diskusi dengan media di sebuah kafe di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu 2 Juni 2013. Menurut Didik ada beberapa usulan yang pernah disampaikan oleh ketiga LSM itu kepada parpol dan DPR untuk dimasukkan ke dalam UU no 8 tahun 2012 soal Pemilu Legislatif.
"Di antaranya kami menyarankan pembatasan anggaran belanja kampanye, kemudian semua transaksi donasi harus melalui rekening dan pembatasan nilai sumbangan tidak hanya dari sumbangan perorangan atau perusahaan tetapi juga dari calon pasangan masing-masing," papar Didik.
Dengan dibatasinya anggaran kampanye ini selain untuk mencegah tindak korupsi, pemerintah dapat menyelenggarakan pemilu yang lebih efektif. Namun sayangnya, usulan itu tidak pernah dimasukkan ke dalam RUU Pemilu Legislatif. "Padahal kami sudah mengusulkannya sejak Pemilu tahun 1999 kemarin," kata dia.
Saat ditanya penyebab partai melakukan kampanye secara jor-joran, Didik menjawab singkat parpol merasa khawatir apabila hal itu tidak dilakukan, maka mereka tidak terpilih sebagai pemenang. Kesimpulan itu semakin diperkuat dengan fakta para pemenang Pemilu tahun 1999, 2004 dan 2009 silam, merupakan partai lama atau baru dengan dana kampanye besar.
Dia menyebut Gerindra sebagai salah satu partai baru dengan dana kampanye yang besar kemudian terpilih sebagai salah satu sepuluh besar parpol pemenang Pemilu dan kadernya duduk di gedung parlemen.
"Dana kampanye Gerindra berdasarkan laporan ke KPU Rp300 miliar lebih," ujar Didik.
Namun Didik curiga dana yang sesungguhnya dikeluarkan oleh Gerindra lebih dari angka itu. Menurut Didik, Gerindra merupakan salah satu parpol baru yang getol berkampanye di media elektronik, bahkan muncul di jam tayang utama.
Demikian penilaian ketua Perludem, Didik Supriyanto, usai diskusi dengan media di sebuah kafe di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu 2 Juni 2013. Menurut Didik ada beberapa usulan yang pernah disampaikan oleh ketiga LSM itu kepada parpol dan DPR untuk dimasukkan ke dalam UU no 8 tahun 2012 soal Pemilu Legislatif.
"Di antaranya kami menyarankan pembatasan anggaran belanja kampanye, kemudian semua transaksi donasi harus melalui rekening dan pembatasan nilai sumbangan tidak hanya dari sumbangan perorangan atau perusahaan tetapi juga dari calon pasangan masing-masing," papar Didik.
Dengan dibatasinya anggaran kampanye ini selain untuk mencegah tindak korupsi, pemerintah dapat menyelenggarakan pemilu yang lebih efektif. Namun sayangnya, usulan itu tidak pernah dimasukkan ke dalam RUU Pemilu Legislatif. "Padahal kami sudah mengusulkannya sejak Pemilu tahun 1999 kemarin," kata dia.
Saat ditanya penyebab partai melakukan kampanye secara jor-joran, Didik menjawab singkat parpol merasa khawatir apabila hal itu tidak dilakukan, maka mereka tidak terpilih sebagai pemenang. Kesimpulan itu semakin diperkuat dengan fakta para pemenang Pemilu tahun 1999, 2004 dan 2009 silam, merupakan partai lama atau baru dengan dana kampanye besar.
Dia menyebut Gerindra sebagai salah satu partai baru dengan dana kampanye yang besar kemudian terpilih sebagai salah satu sepuluh besar parpol pemenang Pemilu dan kadernya duduk di gedung parlemen.
"Dana kampanye Gerindra berdasarkan laporan ke KPU Rp300 miliar lebih," ujar Didik.
Namun Didik curiga dana yang sesungguhnya dikeluarkan oleh Gerindra lebih dari angka itu. Menurut Didik, Gerindra merupakan salah satu parpol baru yang getol berkampanye di media elektronik, bahkan muncul di jam tayang utama.
RI Tertinggal
Saat ditanya apakah
pernah ada yang terungkap soal dana kampanye yang pelaporannya
menyimpang, Didik mengaku hal itu sulit dibuktikan. Didik mengatakan
Indonesia dalam hal ini tertinggal dari Amerika Serikat.
Dalam sistem politiknya, AS sudah sejak lama menerapkan pembatasan jumlah donasi yang diberikan oleh kaum perorangan.
"Di AS rumusannya begini, pasangan calon yang menggalang dana dari masyarakat itu jumlah orangnya tidak dibatasi. Namun mereka membatasi jumlah nominal sumbangannya. Jadi donasi dari pengusaha atau perusahaan hanya boleh sekian dollar," papar Didik.
Itu lah yang terjadi saat Obama memenangkan Pemilu tahun 2008 dan 2012 kemarin. Nilai sumbangan dari perorangan tidak besar, tetapi yang menyumbang jumlahnya banyak.
Didik dan rekan-rekannya di LSM sudah tidak terlalu berharap banyak pada parpol dan pemerintah terkait usulan mereka tersebut. Mereka mengaku siap membawa permasalahan ini ke Mahkamah Konstitusi. "Namun kami masih terus menyiapkan bahannya. Kami akan ajukan ke MK tidak tahun ini. Nantilah setelah Pilpres 2014 usai," kata dia
Dalam sistem politiknya, AS sudah sejak lama menerapkan pembatasan jumlah donasi yang diberikan oleh kaum perorangan.
"Di AS rumusannya begini, pasangan calon yang menggalang dana dari masyarakat itu jumlah orangnya tidak dibatasi. Namun mereka membatasi jumlah nominal sumbangannya. Jadi donasi dari pengusaha atau perusahaan hanya boleh sekian dollar," papar Didik.
Itu lah yang terjadi saat Obama memenangkan Pemilu tahun 2008 dan 2012 kemarin. Nilai sumbangan dari perorangan tidak besar, tetapi yang menyumbang jumlahnya banyak.
Didik dan rekan-rekannya di LSM sudah tidak terlalu berharap banyak pada parpol dan pemerintah terkait usulan mereka tersebut. Mereka mengaku siap membawa permasalahan ini ke Mahkamah Konstitusi. "Namun kami masih terus menyiapkan bahannya. Kami akan ajukan ke MK tidak tahun ini. Nantilah setelah Pilpres 2014 usai," kata dia
© VIVA.co.id
0 komentar:
Posting Komentar