Imitasi berbagai macam valuta asing termasuk Rupiah dan Dollar
Amerika Serikat menghiasi tempat penukaran valuta asing PT. D8 Valasindo
di Jakarta Selatan, Senin (15/4/2013).
TB News — Nilai tukar rupiah yang terjaga dalam kurun waktu tertentu akan menjadikan dunia usaha relatif bisa memprediksi bisnisnya. Dalam tiga-empat bulan terakhir, misalnya, nilai tukar rupiah relatif stabil pada level sekitar Rp 9.700 per dollar Amerika Serikat.
"Namun, kalau swing (perubahan)-nya terlalu lebar, akan terjadi posisi wait and see (menunggu
perkembangan),” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Franky
Sibarani, Selasa (28/5/2013), di Jakarta, menanggapi kecenderungan
rupiah yang melemah terhadap dollar AS belakangan ini.
Pelemahan
rupiah akan terasa bagi industri yang berbahan baku impor, tetapi
menjual produknya di dalam negeri dalam rupiah. Sementara dampaknya
tidak akan begitu terasa bagi industri yang berbahan baku impor, tetapi
produknya diekspor.
”Bagi industri yang bahan bakunya lokal, tetapi produknya diekspor, pelemahan rupiah akan memberi dampak positif,” ujar Franky.
Wakil
Ketua Umum Pengembangan Bisnis Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan
Plastik Indonesia Budi Susanto Sadiman mengatakan, belakangan terjadi
penurunan harga bahan baku jenis propilen dan etilen yang berkisar 5-6
persen. Komponen impor bahan baku industri plastik saat ini sekitar 40
persen.
”Nilai tukar Rp 9.500 sampai Rp 9.700 masih bisa
ditoleransi karena penurunan harga bahan baku belakangan cukup tinggi.
Namun, kalau rupiah tembus Rp 10.000 atau lebih, industri plastik harus
membeli bahan baku lebih mahal,” kata Budi.
Direktur Eksekutif
Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Rusdan Dalimunthe mengatakan,
pelemahan rupiah akan berdampak positif bagi petani karet yang
produknya diekspor.
Pengamat ekonomi Sustainable Development
Indonesia Dradjad H Wibowo berpendapat, pelemahan nilai rupiah saat ini
masih wajar sebagai bagian dari kekuatan permintaan dan penawaran.
Namun, Bank Indonesia (BI) tetap perlu mewaspadai spekulasi atas rupiah.
Itu dilakukan seiring dengan memperbaiki neraca pembayaran Indonesia.
”Masih
untung saat ini rupiah belum mengalami serangan spekulatif. Pelemahan
ini masih sesuai kekuatan permintaan dan penawaran,” katanya.
Kenaikan harga BBM
Gubernur
BI Agus DW Martowardojo, di Jakarta, Selasa, mengatakan, hanya dengan
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, nilai rupiah tahun
2013 bakal di kisaran Rp 9.500-Rp 9.700 per dollar AS. Skema kenaikan
harga BBM bersubsidi ini sebagaimana yang direncanakan pemerintah.
Pemerintah
merencanakan, per Juni 2013 harga premium naik Rp 2.000 menjadi Rp
6.500 per liter, dan solar naik Rp 1.000 menjadi Rp 5.500 per liter.
”Saya
tak bisa menyampaikan berapa nilai tukar rupiah yang ideal untuk
pasar. Namun, kalau harga BBM subsidi dinaikkan, saya optimistis nilai
tukar rupiah di kisaran Rp 9.500-Rp 9.700 per dollar AS,” kata Agus.
Tanpa
skenario kenaikan harga BBM bersubsidi, BI memperkirakan rata-rata
nilai tukar rupiah tahun 2013 Rp 9.600-Rp 9.800 per dollar AS. Sementara
pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) Perubahan Tahun 2013 mengasumsikan nilai tukar rupiah 2013 adalah
Rp 9.600 per dollar AS. Asumsi APBN Tahun 2013 adalah Rp 9.300 per
dollar AS.
Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi akan memperkuat
posisi neraca pembayaran Indonesia. Pasalnya, impor minyak akan
berkurang sehingga kinerja transaksi berjalan pun membaik.
Sebelumnya,
Menteri Keuangan M Chatib Basri dalam paparannya kepada Badan Anggaran
DPR pekan silam menyatakan, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan
berfluktuasi dengan kecenderungan pada kisaran Rp 9.600 per dollar AS
sepanjang tahun 2013.
Faktor yang memengaruhi pergerakan nilai
tukar rupiah antara lain masih lemahnya pertumbuhan perekonomian
global. Implikasinya, ekspor neto, yaitu nilai ekspor dikurangi impor,
belum benar-benar pulih. Namun, pemulihan permintaan global
diperkirakan akan terjadi pada semester II-2013.
Penyesuaian
harga BBM bersubsidi, menurut Chatib, juga akan mengurangi tekanan
defisit neraca migas yang ujung-ujungnya berkontribusi mendorong
penguatan rupiah. Faktor lainnya adalah komitmen Pemerintah AS
melanjutkan kebijakan quantitative easing yang akan menekan nilai dollar AS.
0 komentar:
Posting Komentar