Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid
TB Indonesia News - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid sepakat dengan usulan hukuman mati kepada koruptor.
"Hukuman mati perlu diterapkan terhadap koruptor yang terbukti melakukan tindakan korupsi guna memberikan efek jera," kata Ahmad pada "Dialog Pilar Negara: Penegakan Hukum terhadap Koruptor" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah Ketua Komisi III DPR RI I Gede Pasek Suardika dan Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Akhiar Salmi.
Menurut Farhan, untuk menerapkan hukuman mati terhadap koruptor perlu dibangun sistem hukum yang didukung kemauan politik yang kuat.
"Hukuman saja belum cukup tapi perlu adanya hukum yang ditegakkan secara masif," katanya.
Pendapat senada disamapaikan pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Akhiar Salmi. Dia juga mengimbau aparat penegak hukum untuk berani menjatuhkan hukuman mati kepada koruptor yang terbukti bersalah.
Menurut dia, koruptor melakukan korupsi karena ingin hidup hedonis tanpa memikirkan tindakannya menyengsarakan banyak orang dan mereka ini sangat pantas dihukum mati.
"Jika diberlakukan hukumam mati kepada koruptor yang terbukti bersalah akan memberikan efek jera," katanya.
Penulis buku "Eksistensi Hukuman Mati" ini menjelaskan, aparat penegak hukum dan koruptor saling terkait satu sama lain.
Jika aparat penegak hukum tidak berani menjatuhkan hukuman mati terhadap koruptor, maka koruptor tidak akan jera sehingga merusak sistem hukum.
"Jika aparat penegak hukum tidak berani menjatuhkan hukuman mati, maka praktik korupsi akan terus berjalan karena hukuman yang ada saat ini terlalu ringan," katanya.
Dia menilai pemberantasan korupsi tanpa sanksi hukuman mati adalah macam ompong.
Dia juga menilai upaya DPR RI mencantumkan pasal hukuman mati terhadap koruptor pada UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah basa-basi belaka.
"Pasal tersebut menyebutkan hukuman mati bisa dijatuhkan pada kondisi tertentu. Kondisi tertentu itu kapan," katanya.
"Hukuman mati perlu diterapkan terhadap koruptor yang terbukti melakukan tindakan korupsi guna memberikan efek jera," kata Ahmad pada "Dialog Pilar Negara: Penegakan Hukum terhadap Koruptor" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah Ketua Komisi III DPR RI I Gede Pasek Suardika dan Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Akhiar Salmi.
Menurut Farhan, untuk menerapkan hukuman mati terhadap koruptor perlu dibangun sistem hukum yang didukung kemauan politik yang kuat.
"Hukuman saja belum cukup tapi perlu adanya hukum yang ditegakkan secara masif," katanya.
Pendapat senada disamapaikan pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Akhiar Salmi. Dia juga mengimbau aparat penegak hukum untuk berani menjatuhkan hukuman mati kepada koruptor yang terbukti bersalah.
Menurut dia, koruptor melakukan korupsi karena ingin hidup hedonis tanpa memikirkan tindakannya menyengsarakan banyak orang dan mereka ini sangat pantas dihukum mati.
"Jika diberlakukan hukumam mati kepada koruptor yang terbukti bersalah akan memberikan efek jera," katanya.
Penulis buku "Eksistensi Hukuman Mati" ini menjelaskan, aparat penegak hukum dan koruptor saling terkait satu sama lain.
Jika aparat penegak hukum tidak berani menjatuhkan hukuman mati terhadap koruptor, maka koruptor tidak akan jera sehingga merusak sistem hukum.
"Jika aparat penegak hukum tidak berani menjatuhkan hukuman mati, maka praktik korupsi akan terus berjalan karena hukuman yang ada saat ini terlalu ringan," katanya.
Dia menilai pemberantasan korupsi tanpa sanksi hukuman mati adalah macam ompong.
Dia juga menilai upaya DPR RI mencantumkan pasal hukuman mati terhadap koruptor pada UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah basa-basi belaka.
"Pasal tersebut menyebutkan hukuman mati bisa dijatuhkan pada kondisi tertentu. Kondisi tertentu itu kapan," katanya.
Antara
0 komentar:
Posting Komentar