Ilustrasi penganiayaan/pengeroyokan
TB Indonesia News -
Gara-gara terus-menerus didatangi oleh beberapa oknum anggota Tentara
Nasional Indonesia (TNI) untuk berdamai dan mencabut laporannya ke
Detasemen Polisi Militer (Denpom) Kupang, Heribertus Antonius Evi (30),
seorang aktivis yang menjadi korban penganiayaan oleh anggota TNI dari
Kesatuan 744/SYB yang bertugas di Pos Sungai Oepoli, pada 7 Juli 2012
lalu, melapor ke Lembaga Anti kekerasan Masyarakat Sipil (Lakmas)
Cendana Wangi, Nusa Tenggara Timur.
Heribertus yang saat ini
menjabat sebagai Komisaris Daerah (Komda) Region Timor Perhimpunan
Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) saat ditemui Kompas.com di
kantor Lakmas, Senin (24/9/2012) mengatakan, dirinya sudah didatangi
sebanyak tiga kali oleh komandan pos Oepoli dan dua orang anggota TNI
dari Kodim 1618 TTU namun dia menghindar.
"Komandan Pos Oepoli Pak
Andik dan dua orang intel dari Kodim 1618 TTU sudah tiga kali datang ke
kos saya di RT 10 RW 3 Kelurahan Kefa Selatan, Kecamatan Kota
Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), NTT dan mereka hanya
bertemu dengan istri saya. Sedangkan saya menghindar karena tujuan
mereka datang untuk berdamai dan menyuruh saya untuk menarik laporan
saya di Denpom Kupang. Pada dasarnya saya tidak mau berdamai dan biarlah
proses ini berjalan terus sehingga menjadi efek jera bagi yang lainnya.
Kita harus hargai proses hukum," kata Heribertus.
Dia menuturkan
kalau permohonan maaf oleh anggota TNI yang telah menganiayanya itu
seharusnya dilakukan beberapa hari setelah dirinya dianiaya. Bukan
prosesnya sudah berjalan panjang dan bahkan sudah ditangani oleh Denpom,
baru dari pihak TNI mau damai, sehingga dirinya terpaksa melaporkan hal
tersebut ke Lakmas Cendana Wangi NTT.
Sementara itu, Direktur
Lakmas Cendana Wangi, NTT Viktor Manbait menilai sangat konyol ketika
ada anggota TNI yang terus mendatangi korban di rumahnya pada malam
hari, ketika korban tidak berada di rumahnya. Apalagi anggota TNI
tersebut membangunkan istri korban untuk menanyakan keberadaan korban,
dan meminta korban agar ke Kupang untuk mencabut laporannya.
"Perbuatan
dari anggota TNI ini sangat tidak terpuji dan terkesan intimidatif
karena istri korban yang didatangi terus menerus selama dua hari ini
merasa khawatir atas keselamatan suaminya. Istrinya juga merasa takut
karena kemarin malam sekitar jam pukul 22.00 Wita istrinya dibangunkan
untuk ditanya keberadaan suaminya, Heribertus Evi," jelas Viktor.
Menurut
Viktor, tentara itu tugasnya untuk menjaga dan pertahanan keamanan
negara di tapal batas sehingga bila kebetulan ada warga yang melapor
soal keamanan dan ketertiban masyarakat atau tindak pidana, maka
harusnya diserahkan ke kepolisian, bukan malah melakukan
tindakan-tindakan destruktif, apalagi menganiaya warga sipil.
"Hal
tersebut menunjukkan bahwa perilaku anggota TNI di perbatasan belum
menunjukkan jati diri seorang prajurit yang menjiwai Sapta Marga dan hal
ini jelas akan memperburuk citra TNI di mata warga perbatasan. Dan kita
berharap ada tindakan-tindakan hukum terhadap mereka dan jangan hanya
sekadar tindakan disiplin yang tentu tidak akan memberi efek jera
sebagaimana seperti yang terjadi selama ini," jelas Viktor.
Terkait dengan itu, Komandan Detasemen Polisi Militer (Dandenpom) Kupang Letkol CPM I Putu B Wiguna ketika dihubungi Kompas.com melalui
telepon selulernya mengatakan sedang berada di luar daerah. "Saya lagi
di Bali, tolong tanyakan ke staf saya. Saya sudah perintahkan staf saya
cek dulu," urai Putu melalui pesan singkatnya.
Sebelumnya
Heribertus Evi dianiaya di dalam Pos Sungai TNI Satgas Pamtas di Desa
Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang. Pos
Sungai ini terletak sekitar 197 Km arah timur Kota Kupang, ibu kota
Provinsi NTT atau sekitar 140 Km arah selatan Kefamenanu, ibu kota
Kabupaten TTU.
Letak Pos TNI persis di simpul perbatasan 4
wilayah, yaitu di antara Distrik Oecusee Timor Leste, Kabupaten Kupang,
Kabupaten TTS dan Kabupaten TTU. Oknum anggota TNI juga menghasut
beberapa anggota polisi di Pos Polisi Oepoli, lalu mengeroyok korban.
Tentang
kronologi peristiwa penganiayaan, Heribertus menceritakan, usai
berkunjung ke rumah kerabatnya di perbatasan Distrik Oekusi, Timor
Leste, Sabtu 7 Juli 2012. Ia membonceng salah satu temannya dengan
sepeda motor Honda Win menuju Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara
(TTU).
Saat tiba di Pos Pamtas milik TNI di Kampung Bokos, dekat
Desa Netemnanu Utara, Kabupaten Kupang, Heribertus melihat ada sebuah
rumah yang didirikan di atas lahan milik kakeknya, Lau Bati. Lalu ia
menanyakan hal itu kepada pemilik rumah yang bernama Jhon Dethan yang
kemudian berujung adu mulut. Setelah itu, Heribertus akhirnya pulang.
Sebelum
Heribertus berbalik arah, John Dethan, si pemilik rumah bergegas
mendahuluinya melapor ke anggota TNI di Pos Sungai, yang berjarak
sekitar 500 meter. "John Dethan menghasut anggota TNI bahwa saya
menghina raja setempat. Beberapa anggota TNI marah dan menyeret saya ke
pos lalu menganiaya saya hingga babak belur," urai Heribertus.
Ada
beberapa anggota polisi yang bertugas di Pospol Oepoli dan mendengar
kasus itu datang ke Pos TNI. "Mereka bukan melerai tapi itu ikut
mengeroyok saya setelah dihasut anggota TNI didukung keluarga John
Dethan," kata Heribertus.
Akibat penganiayaan itu, ia mengaku
sempat pingsan dan dilarikan ke puskesmas terdekat untuk mendapat
perawatan. "Sekujur tubuh saya bengkak dan hitam lebam. Tulang rusuk
saya sakit sampai sekarang karena ditendang. Saya sudah buat visumnya,"
katanya.
Diungkapkan, sepeda motor miliknya dan kalung di lehernya
yang dirampas anggota TNI, hanya motornya saja yang dikembalikan.
Sedangkan kalungnya sampai sekarang belum didapaKompas.com
0 komentar:
Posting Komentar