TB Indonesia News - Artalyta Suryani (Ayin) kembali berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini Ayin diperiksa dalam
kasus dugaan suap perizinan Hak Guna Usaha (HGU) di Kabupaten
Buol,SulawesiTengah.Namun, eks terpidana kasus suap jaksa Urip Tri
Gunawan USD660.000 itu kemarin mangkir dari panggilan KPK dengan alasan
sakit di Singapura. “Artalyta memberikan pemberitahuan sedang sakit di
Singapura.Tadi pemberitahuan itu disampaikan kepada KPK,” kata Juru
Bicara KPK Johan Budi di Jakarta kemarin.
Namun, KPK tampaknya tidak percaya begitu saja pada alasan sakit yang disampaikan Ayin.Lembaga antikorupsi ini pun akan mengirimkan surat pada pihak Artalyta untuk meminta surat keterangan sakit dari dokter Singapura. Hal ini untuk memastikan kebenaran alasan Artalyta, yaitu sakit dan berada di Singapura. “Itu yang akan kami minta nanti (surat dari dokter di Singapura),” tekan Johan. Lebih jauh Johan menjelaskan, sebelumnya KPK telah melayangkan panggilan pada Artalyta terkait kasus dugaan suap perizinan HGU kebun sawit di Buol. Sejauh ini, Artalyta masih akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus tersebut.
“Seseorang diperiksa sebagai saksi bisa karena mengetahui, mendengar, atau melihat,” papar Johan yang enggan menjelaskan sejauh mana keterlibatan Artalyta dalam kasus Buol tersebut. Johan beralasan belum mendapatkan informasi lengkap dari penyidik terkait keterlibatan Artalyta dalam kasus Buol tersebut. Mengenai kapan Artalyta akan dipanggil lagi,Johan belum bisa memastikan. “Pemeriksaan Ayin akan dijadwal ulang. Tapi belum ada informasi kapan,” paparnya.
Artalyta sempat menjadi bahan pembicaraan di negeri ini karena kasus suap untuk jaksa Urip Tri Gunawan sebesar USD660.000. Uang itu diduga terkait dengan perkara bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan Sjamsul Nursalim. Dalam kasus suap ini Artalyta divonis lima tahun penjara dan denda Rp250 juta.Di tingkat banding dan kasasi, majelis hakim mengukuhkan vonis tersebut. Perhatian publik pada Artalyta tak berhenti sampai di situ. Saat menjalani hukuman Artalyta sempat mendapatkan perlakuan khusus di Lembaga Pemasyarakatan Pondok Bambu.
Ketika itu terkuak Artalyta memiliki fasilitas mewah di selnya. Atas kasus tersebut Artalyta akhirnya dipindah ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sampai hari kebebasannya. Artalyta akhirnya menerima pembebasan bersyarat pada Jumat, 28 Januari, 2011, karena dinilai telah menjalani dua pertiga masa tahanan dari vonis empat tahun enam bulan. Selama menjalani hukuman Artalyta mendapatkan beberapa kali remisi.
Terkait kasus Buol, sejauh ini KPK telah menetapkan tiga tersangka untuk dugaan suap perizinan HGU perkebunan sawit PT Hardaya Inti Plantations (HIP). Mereka adalah Bupati Buol Amran Batalipu, General Manager PT HIP Yani Anshori, dan Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono. Selain itu, KPK telah meminta Imigrasi mencegah tujuh orang, yaitu pemilik PT HIP Siti Hartati Murdaya dan sejumlah karyawannya: Totok Lestiyo, Sukirno, Kirana Wijaya, Benhard, Arim, dan Seri Sirithon. Kasus dugaan suap HGU di Buol terbongkar ketika KPK menangkap tangan Yani Anshori di Vila Asahan, Leok, Buol (26/6).
Setelah kasus ini ditelusuri lebih jauh pada 27 Juni 2012 KPK menangkap Gondo Sudjono di Bandara Soekarno- Hatta, Cengkareng, Tangerang. Setelah itu, KPK menangkap Bupati Buol di kediamannya di Buol. Dengan tangan terborgol Amran langsung diterbangkan ke Jakarta dan menjadi tahanan KPK. Peran Amran Batalipu cukup besar dalam kasus ini. KPK menduga Amran menerima suap dari PT HIP senilai Rp3 miliar.
Namun, KPK tampaknya tidak percaya begitu saja pada alasan sakit yang disampaikan Ayin.Lembaga antikorupsi ini pun akan mengirimkan surat pada pihak Artalyta untuk meminta surat keterangan sakit dari dokter Singapura. Hal ini untuk memastikan kebenaran alasan Artalyta, yaitu sakit dan berada di Singapura. “Itu yang akan kami minta nanti (surat dari dokter di Singapura),” tekan Johan. Lebih jauh Johan menjelaskan, sebelumnya KPK telah melayangkan panggilan pada Artalyta terkait kasus dugaan suap perizinan HGU kebun sawit di Buol. Sejauh ini, Artalyta masih akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus tersebut.
“Seseorang diperiksa sebagai saksi bisa karena mengetahui, mendengar, atau melihat,” papar Johan yang enggan menjelaskan sejauh mana keterlibatan Artalyta dalam kasus Buol tersebut. Johan beralasan belum mendapatkan informasi lengkap dari penyidik terkait keterlibatan Artalyta dalam kasus Buol tersebut. Mengenai kapan Artalyta akan dipanggil lagi,Johan belum bisa memastikan. “Pemeriksaan Ayin akan dijadwal ulang. Tapi belum ada informasi kapan,” paparnya.
Artalyta sempat menjadi bahan pembicaraan di negeri ini karena kasus suap untuk jaksa Urip Tri Gunawan sebesar USD660.000. Uang itu diduga terkait dengan perkara bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan Sjamsul Nursalim. Dalam kasus suap ini Artalyta divonis lima tahun penjara dan denda Rp250 juta.Di tingkat banding dan kasasi, majelis hakim mengukuhkan vonis tersebut. Perhatian publik pada Artalyta tak berhenti sampai di situ. Saat menjalani hukuman Artalyta sempat mendapatkan perlakuan khusus di Lembaga Pemasyarakatan Pondok Bambu.
Ketika itu terkuak Artalyta memiliki fasilitas mewah di selnya. Atas kasus tersebut Artalyta akhirnya dipindah ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sampai hari kebebasannya. Artalyta akhirnya menerima pembebasan bersyarat pada Jumat, 28 Januari, 2011, karena dinilai telah menjalani dua pertiga masa tahanan dari vonis empat tahun enam bulan. Selama menjalani hukuman Artalyta mendapatkan beberapa kali remisi.
Terkait kasus Buol, sejauh ini KPK telah menetapkan tiga tersangka untuk dugaan suap perizinan HGU perkebunan sawit PT Hardaya Inti Plantations (HIP). Mereka adalah Bupati Buol Amran Batalipu, General Manager PT HIP Yani Anshori, dan Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono. Selain itu, KPK telah meminta Imigrasi mencegah tujuh orang, yaitu pemilik PT HIP Siti Hartati Murdaya dan sejumlah karyawannya: Totok Lestiyo, Sukirno, Kirana Wijaya, Benhard, Arim, dan Seri Sirithon. Kasus dugaan suap HGU di Buol terbongkar ketika KPK menangkap tangan Yani Anshori di Vila Asahan, Leok, Buol (26/6).
Setelah kasus ini ditelusuri lebih jauh pada 27 Juni 2012 KPK menangkap Gondo Sudjono di Bandara Soekarno- Hatta, Cengkareng, Tangerang. Setelah itu, KPK menangkap Bupati Buol di kediamannya di Buol. Dengan tangan terborgol Amran langsung diterbangkan ke Jakarta dan menjadi tahanan KPK. Peran Amran Batalipu cukup besar dalam kasus ini. KPK menduga Amran menerima suap dari PT HIP senilai Rp3 miliar.
Sindo | |
0 komentar:
Posting Komentar