Seorang jurnalis memperhatikan sebuah foto yang diambil Frank Browne
sesaat setelah Titanic meninggalkan Queentown pada 11 April 1912,
sekitar pukul 13.55 waktu setempat (foto kiri). Kerumunan masyarakat di
New York menunggu kedatangan korban Titanic yang dibawa kapal Carpathia
pada 18 April 1912 (foto kanan)
TB Indonesia News – Berbagai kota di dunia menggelar peringatan untuk mengenang 100 tahun tenggelamnya kapal Titanic. Kenangan duka akan tragedi maritim terburuk dunia itu pun kembali menyeruak, terutama dirasakan sanak-saudara maupun keturunan korban kapal tersebut. Namun, dibalik itu,ada banyak hikmah yang bisa dipetik. StephenWunker,kontributor majalah Forbes, menyebut setidaknya ada tujuh pelajaran penting yang bisa dimanfaatkan, terutama bagi perusahaan yang ingin berkembang pesat. Menurut dia, pelajaran pertama adalah jangan terjerumus dalam kompetisi.
Dia menyebut Titanic saat itu berlomba melintasi samudera untuk melawan Cunard Line yang membangun reputasinya untuk perjalanan cepat dengan kapal-kapal seperti Lusitania. Wunker menjelaskan,Titanic merupakan jenis kapal yang berbeda dibandingkan para kompetitornya. Titanic memiliki ruang lebih besar dan kemewahan lainnya. Namun tetap saja pembuat kapal itu,White Star Line, berupaya mengalahkan Cunard dalam hal kecepatan. Padahal Titanic tidak didesain untuk kecepatan yang tinggi.
“Bagi Titanic, kecepatan menciptakan bahaya tertentu karena ukuran kapal membuatnya kurang lincah bermanuver. White Star seharusnya berkonsentrasi pada kekuatan sesungguhnya daripada harus menuju pendekatan yang berbahaya dalam berkompetisi di bidang yang lemah bagi perusahaan,” ungkapnya. Pelajaran kedua yang bisa dipetik adalah uang menciptakan kesalahan terbesar.
Wunker memaparkan,saat jumlah uang yang besar dipertaruhkan, sejumlah organisasi memiliki risiko yang lebih besar.Titanic merupakan aset terbesar White Star dan reputasinya dalam pelayaran perdana itu dapat memiliki dampak besar bagi masa depan kesuksesannya. Namun White Star lebih fokus pada kecepatan dan kemewahan tanpa mengantisipasi risiko yang ada.“Seringkali lebih baik untuk memiliki konsep-konsep baru yang kecil dan mempelajari uji coba dengan matang untuk tujuan utama.
Sayangnya, uji coba Titanic dipercepat dan dicoba meningkatkan statusnya berdasarkan pelayaran yang berisiko dengan sejumlah penumpang terkenal,”kataWunker. Pelajaran ketiga adalah kapal-kapal yang lebih besar menjadi lebih lambat. Hukum fisika juga berlaku pada perusahaan: massa dan kecepatan menciptakan kelambanan. Wunker menuturkan, setelah bertahun-tahun menjadi konsultan sejumlah perusahaan tentang strategi pertumbuhan,dirinya jarang melihat perusahaan besaryangbergerakcepatmeskipun mereka menginginkannya.
‘’Jika perusahaan tahu mereka akan bereaksi lebih lambat dibandingkan lawan yang lebih kecil, mereka dapat melakukan berbagai eksperimen kecil yang bisa mempercepat daripada harus berasumsi bahwa mereka dapat menciptakan perusahaan besar yang bergerak cepat,’’ katanya. Pelajaran keempat yang bisa diambil adalah kesadaran atas pentingnya memiliki sistem peringatan. ‘’Jika Anda ingin bergerak cepat, pastikan Anda memiliki cara yang baik untuk mengetahui risiko-risiko sejak awal. Sistem Titanic untuk menghindari gunung es ialah melalui bunyi saat terjadi tabrakan,”katanya.
Menurut Wunker, banyak perusahaan yang bergerak cepat kurang memperhatikan sinyal peringatan.Mereka tidak menyediakan jalur yang efisien bagi sinyal-sinyal itu untuk dikomunikasikan dari garis depan.Mereka biasanya meletakkan indikator kesuksesan pada manajemen atau investor mereka, tapi mereka jarang membuat indikator kegagalan atau kemunduran. Selanjutnya, pelajaran kelima, ketahui kompetensi Anda.
Pendesain Titanic bertujuan membangun sebuah kapal yang aman,tapi WhiteStarfokuspada pengalaman konsumen.Hal itu biasa karena orang marketing harus berpikir tentang pengalaman daripada yang lain,sementara insinyur berkonsentrasi pada bagaimana caranya.Namun Wunker menekankan, dalam kasus Titanic,para insinyur terdesak ke elemen-elemen kompromi dalam desain untuk membuat pemilik senang.“Mengapa memiliki perahu-perahu penyelamat jika mereka mengacaukan geladak kapal?”tanyanya.
Pelajaran keenam adalah miliki pembuatan keputusan yang jelas pada saat krisis. Dalam pandangannya,pemberian otoritas kepada kelompokkelompok kecil diperlukan untuk aturan berbeda saat masalah besar timbul. Di Titanic, peluang untuk mengurangi risiko krisis diabaikan. Kapal dapat melemparkan perahu-perahu penyelamat lebih awal, mengisinya lebih baik,dan mengirim sinyal bahaya lebih cepat.
“Namun kenyataannya,kru kapal tidak yakin tentang siapa yang seharusnya memberikan perintah,khususnya saat skala krisis menjadi nyata. Ada sejumlah risiko bahaya jika mengandalkan rantai komando biasa saat reaksi cepat sangat diperlukan,”tandasnya. Hal lain yang bisa dipetik sebagai pelajaran, bencana sering kali terlihat sepele pada awalnya. Saat menabrak gunung es, penumpang menganggap es di dek kapal sebagai mainan.Mereka saling melempar bola salju. Awak kapal juga tidak menyadari skala ancaman.
Sebaliknya, sejumlah perusahaan dapat bereaksi berlebihan untuk menghadapi ancaman. “Masalah-masalah besar biasanya muncul dari kondisi yang tak terkira dan memerlukan waktu untuk menyadari kondisi berbahaya,” katanya. Wunker memberikan contoh, Kodak mengkhawatirkan Fuji,bukan pada perkembangan teknologi digital. “Dell fokus pada HP, bukan pada netbook. MySpace mengabaikan orang-orang yang drop-out dari Harvard, ”tuturnya.
Menurut Wunker, suatu kelompok dapat menjadi lebih berbahaya saat tidak memahami risiko yang bisa dihadapi. “Perusahaan harus mengumpulkan berbagai pendapat dan berpikir melalui sejumlah skenario tentang berbagai kejadian tidak terduga yang bisa terjadi. Seperti halnya bola salju yang bisa menjadi pertanda tragedi besar,”ungkapnya.
Sindo
0 komentar:
Posting Komentar