"Bunuh saya dulu. Tembak saja saya. Hukum di Indonesia tak adil," teriak Kishore Kumar.
“Tembak saya saja. Saya siap ditembak. Hukum di Indonesia tak adil,” teriak Kumar saat barisan polisi yang mengawal juru sita pengadilan membacakan keputusan Pengadilan Negeri Denpasar untuk mengeksekusi The Cozy Villa.
Istri Kumar, Rita Prindhnani, juga merengsek maju bersama Kumar untuk mempertahankan The Cozy Villa. Namun Wakil Panitera Pengadilan Negeri Denpasar, Ketut Sunendra, tetap membacakan keputusan untuk mengeksekusi vila yang terletak di Jalan Kunti Nomor 9 RK, Seminyak, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali itu.
“Berdasarkan permohonan dari pemohon, maka pengadilan negeri mengeluarkan surat untuk mengeksekusi vila ini,” ujar Sunendra. Kumar segera menyanggah pernyataan Sunendra sembari kembali menantang polisi untuk menembak dirinya.
“Saya ini pemiliknya. Tak ada eksekusi. Kalau mau dipaksakan, bunuh saya saja dulu. Ayo tembak saya,” kata Kumar dengan suara lantang. Adu mulut pun terjadi. Apalagi sejak pagi puluhan karyawan The Cozy Villa menggelar demonstrasi di depan pintu masuk vila.
Polisi kemudian mencoba meredam situasi dengan mengajak Kumar berdialog. Usai berdialog, Sunendra kemudian mengumumkan jika eksekusi ditunda dengan alasan demi mengutamakan kenyamanan wisatawan yang sedang berlibur di vila dan kawasan sekitar situ.
“Polisi menilai situasi tak kondusif. Penundaan juga untuk mencegah jatuhnya korban dan melindungi pariwisata Bali. Tadi ada tamu asing yang merasa khawatir dan takut,” jelas Sunendra.
Kumar yang didampingi pengacaranya, Jacob Antolis menegaskan, keengganannya untuk menerima putusan eksekusi lantaran ia merasa hutangnya lebih kecil dari nilai vila yang dimilikinya.
Sebagai langkah lanjutan, saat ini pihak Kumar tengah mengajukan lima gugatan kepada Bank Swadesi dan enam aduan pidana di Polda Bali. Jacob menerangkan kliennya akan menyerahkan vila yang menjadi sengketa itu secara sukarela jika telah ada kekuatan hukum tetap.
“Kondisi memang tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Apabila gugatan perdata tentang pembatalan lelang eksekusi dan laporan pidana soal tindak pidana perbankan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, klien saya akan dengan sukarela menyerahkan vila ini,” tandas Jacob.
Kasus bermula pada tahun 2008 saat Rita Prindhnani selaku penjamin atas fasilitas kredit senilai Rp10,5 miliar dari Bank Swadesi dengan debitur atas nama PT Ratu Kharisma, menjaminkan tanah seluas 1.520 meter persegi dan bangunan miliknya berupa The Cozy Villa.
Namun beberapa waktu terakhir Rita tidak mampu memenuhi kewajibannya. Kemudian tanpa melalui prosedur dan ketentuan Bank Indonesia, Bank Swadesi langsung memvonis pailit pihak peminjam serta mengeksekusi lahan dan bangunan tersebut.
Lahan dan bangunan itu kemudian dilelang dengan harga Rp6,3 miliar atau lebih rendah daripada harga riil pada 11 Februari 2011. (eh)
Sumber : VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar