Data gelombang seismik gempa dengan kekuatan 9,0 skala Richter diubah jadi gelombang audio
TB Indonesia News - Pada Jumat 11 Maret 2011 pukul 13.46
waktu setempat, gempa 9,0 skala richter mengguncang Jepang. Lindu juga
menyebabkan gelombang tsunami setinggi 10 meter menghempas ke daratan.
Negeri Sakura dirundung petaka. Lebih dari 20 ribu orang tewas, belum
yang dinyatakan hilang. Tsunami juga menenggelamkan kawasan pesisir.
Desa-desa terendam, terlupakan, dan membeku. Gelombang ganas yang
menerjang PLTN Fukushima Dai-ichi membuat reaktor luruh dan memicu
krisis nuklir.
Setahun berlalu, para ilmuwan punya cara unik untuk memperingati tragedi itu. Mereka mengumpulkan data gelombang seismik gempa tahun lalu dan mengubahnya menjadi gelombang audio.
Hasilnya memungkinkan para ahli dan masyarakat umum untuk "mendengarkan" seperti apa bunyi gempa 9,0 skala Richter bergerak di dalam Bumi, 11 Maret setahun yang lalu.
"Kami berhasil menghidupkan data gempa dengan cara mengkombinasikan data audio seismik dan informasi visual," kata Zhigang Peng dari Georgia Tech.
Setahun berlalu, para ilmuwan punya cara unik untuk memperingati tragedi itu. Mereka mengumpulkan data gelombang seismik gempa tahun lalu dan mengubahnya menjadi gelombang audio.
Hasilnya memungkinkan para ahli dan masyarakat umum untuk "mendengarkan" seperti apa bunyi gempa 9,0 skala Richter bergerak di dalam Bumi, 11 Maret setahun yang lalu.
"Kami berhasil menghidupkan data gempa dengan cara mengkombinasikan data audio seismik dan informasi visual," kata Zhigang Peng dari Georgia Tech.
"Orang-orang bisa mendengar perubahan pitch dan amplitudo
sembari melihat frekuensi seismik berubah. Suara yang dihasilkan gempa
mirip dengan bunyi yang sudah familiar di telinga kita: guntur, letusan
brondong jagung, dan kembang api." Lihat di tautan ini.
Gempa
Jepang 2011, nomor empat terbesar sejak tahun 1900, adalah gempa yang
terekam paling baik sepanjang masa. Sebab, ribuan seismometer di Jepang
mencatat gerakannya. Negara itu juga tak pelit membagikannya ke seluruh
dunia. Diharapkan, cara baru melihat dan mendengarkan data membantu para
ilmuwan mengerti lebih baik, bagaimana lipatan kerak bumi terjadi.
Sumber : VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar