Mereka bertahan hingga akhir zaman es sekitar 11 ribu tahun lalu di daratan China.
TB Indonesia News - Gabungan peneliti China dan
Australia menemukan spesies manusia berbeda yang hidup sampai belasan
ribu tahun lalu di daratan China. Spesies ini diduga berbeda dengan Homo
Sapiens sapiens atau manusia modern sekarang karena memiliki karakter
kuno atau arkais, meski juga memiliki ciri modern.
Riset ini dilakukan atas fosil yang ditemukan di Gua Longlin di Provinsi Guangxi yang terletak di timur laut China dan Maludong, Provinsi Yunan, China, di selatan China. Para peneliti yang antara lain dari University of New South Wales; Yunnan Institute of Cultural Relics and Archeology; dan La Trobe University, Melbourne, ini mengambil sampel tengkorak, rahang bawah dan gigi dari dua lokasi yang berbeda itu.
Para peneliti menyimpulkan, sampel-sampel itu muncul dari populasi yang sama, memperlihatkan campuran bentuk manusia modern, manusia arkais dan sejumlah tampilan tak biasa. Penanggalan karbon atas arang yang ditemukan bersama fosil adalah sekitar 14.000 sampai 11.500 tahun yang lalu atau di masa menjelang akhir zaman es.
Mereka memiliki karakteristik manusia modern karena memiliki antara lain gigi depan yang kecil dan tulang tengkorak atas yang tipis. Namun, fosil ini juga membawa ciri arkais seperti rahang bawah yang maju dan dalam, volume tengkorak yang lebih kecil dari manusia modern dan geraham yang besar.
Penemuan fosil manusia yang memiliki karakter kombinasi tak biasa khususnya di Eurasia. Di Afrika, ada beberapa temuan fosil zaman es yang memiliki karakter kombinasi seperti ini.
Seperti dilansir jurnal Public Library of Open Science (PLoS) One, yang dipublikasikan pada 14 Maret 2012, ada dua kemungkinan mereka dari mana. Pertama, mereka mewakili populasi arkais terakhir yang serupa dengan yang ditemukan di Afrika Utara seperti yang tampak di Dar-es-Soltane dan Temara. Kemungkinan kedua, Asia Timur telah dikolonisasi dalam serangkaian gelombang kedatangan di zaman es, sehingga mereka merupakan substruktur populasi di Afrika yang menyebar ke Eurasia.
Dalam peta penyebaran manusia yang disusun berdasarkan penanda genetika, penyebaran manusia dari Afrika ke Asia telah terjadi sejak 70 ribu tahun lalu. Namun, beberapa migrasi diduga terjadi kemudian seperti disimpulkan dari ekstraksi DNA atas fosil manusia kuno di Gua Denisova di Siberia yang berusia kurang dari 50 ribu tahun yang lalu.
DNA Denisova ini diketahui memiliki gen Homo Neandertal dan gen Homo Sapiens yang kini dikenal sebagai aborijin atau Melanesia. Temuan ini telah diterjemahkan, satu, terjadi perkawinan antara Orang Denisova dengan manusia pertama yang menghuni kawasan itu; dan kedua, Asia Tenggara pernah diduduki populasi arkais ini masa awal zaman es.
Apakah mungkin, populasi kuno di China ini adalah orang-orang Denisova ini? Para peneliti di China ini belum bisa melakukan ekstraksi DNA atas sampel fosil yang mereka lakukan karena kurang material genetika yang bisa diperbaiki lagi.
Riset ini dilakukan atas fosil yang ditemukan di Gua Longlin di Provinsi Guangxi yang terletak di timur laut China dan Maludong, Provinsi Yunan, China, di selatan China. Para peneliti yang antara lain dari University of New South Wales; Yunnan Institute of Cultural Relics and Archeology; dan La Trobe University, Melbourne, ini mengambil sampel tengkorak, rahang bawah dan gigi dari dua lokasi yang berbeda itu.
Para peneliti menyimpulkan, sampel-sampel itu muncul dari populasi yang sama, memperlihatkan campuran bentuk manusia modern, manusia arkais dan sejumlah tampilan tak biasa. Penanggalan karbon atas arang yang ditemukan bersama fosil adalah sekitar 14.000 sampai 11.500 tahun yang lalu atau di masa menjelang akhir zaman es.
Mereka memiliki karakteristik manusia modern karena memiliki antara lain gigi depan yang kecil dan tulang tengkorak atas yang tipis. Namun, fosil ini juga membawa ciri arkais seperti rahang bawah yang maju dan dalam, volume tengkorak yang lebih kecil dari manusia modern dan geraham yang besar.
Penemuan fosil manusia yang memiliki karakter kombinasi tak biasa khususnya di Eurasia. Di Afrika, ada beberapa temuan fosil zaman es yang memiliki karakter kombinasi seperti ini.
Seperti dilansir jurnal Public Library of Open Science (PLoS) One, yang dipublikasikan pada 14 Maret 2012, ada dua kemungkinan mereka dari mana. Pertama, mereka mewakili populasi arkais terakhir yang serupa dengan yang ditemukan di Afrika Utara seperti yang tampak di Dar-es-Soltane dan Temara. Kemungkinan kedua, Asia Timur telah dikolonisasi dalam serangkaian gelombang kedatangan di zaman es, sehingga mereka merupakan substruktur populasi di Afrika yang menyebar ke Eurasia.
Dalam peta penyebaran manusia yang disusun berdasarkan penanda genetika, penyebaran manusia dari Afrika ke Asia telah terjadi sejak 70 ribu tahun lalu. Namun, beberapa migrasi diduga terjadi kemudian seperti disimpulkan dari ekstraksi DNA atas fosil manusia kuno di Gua Denisova di Siberia yang berusia kurang dari 50 ribu tahun yang lalu.
DNA Denisova ini diketahui memiliki gen Homo Neandertal dan gen Homo Sapiens yang kini dikenal sebagai aborijin atau Melanesia. Temuan ini telah diterjemahkan, satu, terjadi perkawinan antara Orang Denisova dengan manusia pertama yang menghuni kawasan itu; dan kedua, Asia Tenggara pernah diduduki populasi arkais ini masa awal zaman es.
Apakah mungkin, populasi kuno di China ini adalah orang-orang Denisova ini? Para peneliti di China ini belum bisa melakukan ekstraksi DNA atas sampel fosil yang mereka lakukan karena kurang material genetika yang bisa diperbaiki lagi.
Sumber : VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar