"Kadang tubuh saya disuntikkan bahan kimia, kadang diberi pil" kata Tim Josephs
TB Indonesia News - Awalnya, Tim Josephs hanya
diberitahu akan menjalani tugas impian: mengetes jaket tentara baru,
seragam dan senjata saat dibawa ke gudang senjata Edgewood pada 1
Januari 1968.
Tergiur dengan kedekatan jarak antara Edgewood dengan rumahnya di
negara bagian Maryland serta janji libur akhir pekan selama tiga hari,
dia mendaftarkan diri untuk menjalankan tugas selama dua bulan.
Namun, bayangan Josephs langsung sirna saat tiba di lokasi yang menurutnya lebih mirip rumah sakit ketimbang kamp militer. Para pekerja di tempat itu mengenakan jas dokter, bukannya seragam militer. Josephs yang kala itu masih berusia 18 tahun, ternyata dijadikan bahan percobaan uji kimia tanpa sepengetahuannya selama Perang Dingin.
"Kadang tubuh saya disuntikkan bahan kimia, kadang diberi pil. Banyak bahan kimia yang kadang disebut agen satu atau agen dua," kata Josephs seperti dimuat stasiun berita CNN pekan ini. Dia mengaku tidak tahu apa saja bahan kimia yang dimasukkan ke dalam tubuhnya, namun meyakini bahwa bahan-bahan tersebut membahayakan kesehatannya.
Selain diuji untuk obat kimia, Josephs juga menjadi sasaran untuk ujicoba gas air mata, penurun depresi, penyetrum, narkotika dan halusinogen. Josephs tidak bisa mundur dari keputusannya tersebut.
"Seorang perwira mengatakan 'kau telah bersedia, kau akan melakukannya. Jika tidak, kau akan masuk penjara, atau dikirim ke Vietnam'," kenangnya.
Beberapa hari sebelum tugasnya di Edgewood selesai, Josephs dirawat di rumah sakit selama beberapa hari karena memiliki gejala Parkinson. Siapa sangka, dia benar-benar terserang Parkinson saat usianya menginjak 50an sehingga harus pensiun dini dari militer.
Josephs pun mendaftarkan diri untuk mendapat tunjangan veteran berdasar yang dialaminya di Edgewood. Dia memang mendapatkan sebagian tunjangan karena paparan Agen Oranye saat bertugas di Thailand. Penderitaannya pasca eksperimen Edgewood seolah diabaikan.
Namun, bayangan Josephs langsung sirna saat tiba di lokasi yang menurutnya lebih mirip rumah sakit ketimbang kamp militer. Para pekerja di tempat itu mengenakan jas dokter, bukannya seragam militer. Josephs yang kala itu masih berusia 18 tahun, ternyata dijadikan bahan percobaan uji kimia tanpa sepengetahuannya selama Perang Dingin.
"Kadang tubuh saya disuntikkan bahan kimia, kadang diberi pil. Banyak bahan kimia yang kadang disebut agen satu atau agen dua," kata Josephs seperti dimuat stasiun berita CNN pekan ini. Dia mengaku tidak tahu apa saja bahan kimia yang dimasukkan ke dalam tubuhnya, namun meyakini bahwa bahan-bahan tersebut membahayakan kesehatannya.
Selain diuji untuk obat kimia, Josephs juga menjadi sasaran untuk ujicoba gas air mata, penurun depresi, penyetrum, narkotika dan halusinogen. Josephs tidak bisa mundur dari keputusannya tersebut.
"Seorang perwira mengatakan 'kau telah bersedia, kau akan melakukannya. Jika tidak, kau akan masuk penjara, atau dikirim ke Vietnam'," kenangnya.
Beberapa hari sebelum tugasnya di Edgewood selesai, Josephs dirawat di rumah sakit selama beberapa hari karena memiliki gejala Parkinson. Siapa sangka, dia benar-benar terserang Parkinson saat usianya menginjak 50an sehingga harus pensiun dini dari militer.
Josephs pun mendaftarkan diri untuk mendapat tunjangan veteran berdasar yang dialaminya di Edgewood. Dia memang mendapatkan sebagian tunjangan karena paparan Agen Oranye saat bertugas di Thailand. Penderitaannya pasca eksperimen Edgewood seolah diabaikan.
Obat Mahal
Di usia senja, Josephs juga harus mengkonsumsi puluhan pil untuk
meringankan gejala Parkinsonnya yang bervariasi. Tidak main-main, harga
obatnya per bulan mencapai US$2.000 (Rp18 juta) sehingga dia harus
merogoh kocek dalam-dalam.
Pria inipun bergabung dengan beberapa rekan veteran yang senasib untuk berjuang mendapatkan tunjangan dari Departemen Urusan Veteran. Dia mengaku keputusannya menjadi sukarelawan adalah hal yang salah. "Bahkan kapanpun saya berbicara mengenai Edgewood, dada saya terasa sesak," katanya.
Ilmuwan militer AS menggunakan binatang dan manusia sebagai kelinci percobaan obat-obatan dan bahan kimia dari tahun 1955 hingga 1975. Presiden Richard Nixon mengakhiri penggunaan manusia sebagai kelinci percobaan bahan kimia berbahaya pada 1969.
Pria inipun bergabung dengan beberapa rekan veteran yang senasib untuk berjuang mendapatkan tunjangan dari Departemen Urusan Veteran. Dia mengaku keputusannya menjadi sukarelawan adalah hal yang salah. "Bahkan kapanpun saya berbicara mengenai Edgewood, dada saya terasa sesak," katanya.
Ilmuwan militer AS menggunakan binatang dan manusia sebagai kelinci percobaan obat-obatan dan bahan kimia dari tahun 1955 hingga 1975. Presiden Richard Nixon mengakhiri penggunaan manusia sebagai kelinci percobaan bahan kimia berbahaya pada 1969.
Sumber : VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar