Senin, 16 Januari 2012 | 01:46 WIB
YANGON, KOMPAS.com - Aung
San Suu Kyi, Minggu menyatakan tidak mengesampingkan mengambil peran di
pemerintah jika mendapat kursi parlemen dalam pemilihan umum sela
mendatang.
"Itu tergantung pada keadaan dan menteri apa," kata
peraih Nobel tersebut, Minggu (15/1/2012), ketika ditanya kemungkinan
menerima jabatan pemerintah jika ditawari.
Saat seorang pewarta
menyarankan jabatan menteri luar negeri, ia tertawa dan menjawab, "Saya
harus berpikir sangat serius tentang itu."
Wanita 66 tahun itu,
yang dibebaskan dari tahanan rumah pada November 2010, berencana ikut
dalam pemilihan umum pada 1 April untuk daerah pemilihan dekat Yangon.
Pemerintah
baru mengambil alih kekuasaan di Myanmar pada tahun lalu, mengakhiri
hampir lima dasawarsa kekuasaan langsung tentara, tapi jajarannya berisi
mantan jenderal.
Pada Minggu, Suu Kyi mengadakan pembicaraan
dengan tamunya, Menteri Luar Negeri Prancis Alain Juppe, diplomat
tingkat tertinggi Prancis mengunjungi negara juga dikenal sebagai Birma
tersebut.
Sejumlah 48 kursi diperebutkan dalam pemilihan pada
April itu, yakkni 40 untuk majelis rendah, enam majelis tinggi, dan dua
majelis daerah. Pemilihan itu untuk mengisi tempat, yang ditinggalkan
anggota terpilih dalam pemilihan umum bermasalah tersebut, yang menjadi
menteri dan wakil menteri dalam pemerintahan.
Tapi, jumlah kursi
tersedia tidak cukup untuk mengancam kekuatan besar partai berkuasa.
Hubungan pemerintah dengan lawan mencair sejak pemimpin lawan itu bebas,
dengan pembicaraan tingkat tinggi antara Suu Kyi dengan mantan
jenderal, termasuk Presiden Thein Sein.
Pemerintah Myanmar pada
Kamis menandatangani gencatan senjata dengan pemberontak suku Karen
untuk mengakhiri salah satu perlawanan terlama di dunia, sebagai bagian
dari upayanya menyelesaikan semua sengketa dengan kelompok pembangkang.
Pemerintah
dan 19 anggota perutusan Bangsa Karen Bersatu (KNU) secara hakiki
menyetujui 11 pasal dan menandatangani dua perjanjian luas untuk
mengakhiri permusuhan antara tentara dengan Tentara Pembebasan Bangsa
Karen (KNLA) dan memulai pembicaraan menuju penyelesaian politik atas
sengketa 62 tahun itu.
Gencatan senjata dapat menjadi langkah
kecil menuju pencabutan hukuman dua dasawarsa terhadap Myanmar oleh
Eropa Bersatu dan Amerika Serikat, yang membuat perdamaian dengan suku
sebagai prasyarat peninjauan atas hukuman itu.
Pembicaraan
perdamaian sudah diselenggarakan enam kali sejak 1949, namun tak ada
kesepakatan langgeng. Wakil pemimpin perutusan KNU, Saw David Htaw,
menyatakan iklim perubahan di Myanmar di bawah pemerintah baru
berwawasan perubahan membuat pembicaraan tak terelakkan.
Menurut
kesepakatan tercapai di Pa-an di negara bagian Kayin di Myanmar timur
itu, semua upaya akan dilakukan untuk menampung dan memulihkan
pengungsi. Senjata diizinkan di daerah tertentu, ranjau darat
dibersihkan dan kantor penghubung didirikan untuk membantu perundingan.
Pembicaraan
itu adalah terkini dari serangkaian perundingan antara pemerintah
dengan kelompok pemberontak di sepanjang perbatasan Myanmar dengan
Thailand dan Cina.
Perjanjian juga dicapai dengan Tentara Negara
Shan (Selatan), namun pembicaraan awal dengan Tentara Kemerdekaan Kachin
(KIA) tergelincir oleh pertempuran terus-menerus, meskipun pada bulan
lalu, Presiden Thein Sein memerintahkan tentara mengakhiri gerakannya.
0 komentar:
Posting Komentar